Dalil Tentang Riba dan Tahapan Pengharaman Riba

From the desk of Amhar Maulana Arifin,

Subject: Dalil tentang riba dan tahapan pengharaman riba.

images (2)

 

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Umat islam di larang mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.

Pada artikel ini penulis akan membahas tentang ayat-ayat al-quran yang mengharamkan riba dan bagaimana tahapan pengharaman riba.

1. AYAT-AYAT RIBA

Qs Ar-Ruum 39

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Penulis belum menemukan sebab diturunkan ayat ini. Berarti ayat ini turun langsung atas kehendak Allah.

Qs An-Nissa 160-161

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, (160)

Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih (161).

Pada waktu itu orang orang yahudi biasa melakukan perbuatan perbuatan dosa besar. Mereka mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagian budaya yang diharamkan adalah Riba. Hanya orang berimanlah yang tidak mau melakukannya seperti Abdillah bin salam, tsa’labah bin sa’yah. Sehubungan dengan itu maka Allah menurunkan  ayat 160-162 sebagai kabar bahwa perbuatan merekasalah dan berita gembira bagi mereka yang beriman ( HR. Ibnu Abi Hatim dari Muhammad Bin Abdillah Bin Yazid Al Murqi Dari Sofyan Bin Unaiyah Dari Amrin Dari Ibnu Abbas)

Qs Ali Imran 130

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.Disini penulis juga belum menemukan sebab diturunkan ayat diatas. Namun perlu diketahui adalah ayat ini turun 11 setelah larangan riba pertama kali di makkah. Yaitu setelah peristiwa perang uhud[3]

Qs. Al-Baqarah 275-279

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (275)

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (276)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (277)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (278)

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (279)

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (280)

Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (281)

TAHAPAN PENGAHARAMAN RIBA

Dalam pengharaman riba terdapat beberapa tahap, sehingga dapat kita ketahui rahasia pengharaman riba nantinya. Riba diturunkan dalam empat tahap sebagaimana halnya dengan pengharaman arak, juga diturunkan dalam empat tahap.

Tahap pertama, yaitu turunnya Ar-Ruum 39, ayat ini diturunkan dimekkah yang secara dhahirnya tidak ada isyarat yang menunjukan diharamnkan riba secara jelas[6].tetapi  sudah mengingatkan bahwa Allah membeci Riba dan menyukai zakat, sehingga ayat ini sebagai conditioning. Artinya menciptakan kondisi ummat agar siap mental untuk mentaati larangan riba.

Tahap kedua, setelah turun ayat peringatan diatas turunlah ayat kedua yaitu surat an-Nisa 160-161. Ayat ini diturunkan di medinah dan merupakan pelajaran yang dikisahkan Allah kepada kita tentang perbuatan kaum yahudi. Larangan riba disini juga masih berbentuk isyarat, bukan terangan terangan atau dalil qoth’I karena ini adalah sebuah kisah, ini juga sama halnya dengan larangan terhadap arak

Tahap ketiga, baru pada tahap ketiga inilah larangan riba dinyatakan secara tegas, dengan turunnya surat Ali Imran 130 di Madinah. Tetapi larangan ini masih bersifat Juz’iy bukan kulliy. Karena haramnya disini baru satu dari jenis riba yaitu riba yang paling buruk (fahisy) suatu bentuk riba yang paling jahat, dimana hutang itu bisa berlipat ganda yang diperbuat oleh yang mengutangkan, sedang orang berhutang itu karena sangat membutuhkan dan terpaksa.

Tahap keempat, pada tahap ini riba telah diharamkan secara keseluruhan yaitu surat Al-Baqarah 278-279. Dimana pada ayat ini tidak lagi membedakan banyak sedikitnya jumlah riba. Dan inilah merupakan ayat terakhir turunnya, yang berarti merupakan syariat yang terakhir pula. Ayat ini adalah ayat terakhir, senada dengan pengharaman arak. Surat ini dapat dipakai dalil untuk mengharamkan riba secara mutlak, yaitu haram hukumnya.

Recent Development in Islamic Banking In Indonesia (Journal)

Abstract

In 1998 Indonesia decided to convert from a conventional to a dual banking system, to accommodate both types of financial institutions. The dual banking system is based on the 1998 Legal Act 10, which allows  commercial banks to operate on sharic a principles. Furthermore, the 1999 Act 23 makes it possible for Bank Indonesia, as the central bank, to conduct monetary operations based on sharic
a. Based on these acts, Bank Indonesia has a mandate to develop sharica banking in the country. However, many obstacles remain. By
identifying the important issues strategies can be developed to facilitate sharica-based banking. This paper explores the strategies for Bank Indonesia to further develop sharia banking.

For Continuing Reading, Please download the journal through the link below

RECENT DEVELOPMENT IN ISLAMIC BANKING IN INDONESIA (JOURNAL) DOWNLOAD